Senin, 25 Maret 2013

Husnudzon


Cerita yang didengar ketika ceramah sebelum salat tarawih di Muara Enim…
Seorang pemuda bernama Baharuddin, seorang preman  yang hidupnya jauh dari agama, untuk solatpun dia tidak tahu. Dia anak semata wayang dari ibu yang suaminya sudah meninggal. Karena sangat gadul2an Ibunya  sudah tidak sanggup mengajarinya.
Pada suatu hari ia tertarik melihat seorang ustadzah yang masih gadis pulang dari mengisi pengajian ibu-ibu di kampung pemuda itu. Ketika ustadzah itu lewat di depannya, ia pun menegurnya.
“assalamualaikum”, perlinya kepada ustadzah itu.
Walaupun ustadzah itu terus berjalan ia tetap merayu dengan bernyanyi. Kebetulan suara pemuda itu sangat bagus dan merdu. Sampai-sampai sang ustadzahpun tertarik.
                “astaghfirullah…”, ustadzah itu langsung lebih mempercepat jalannya. Kebetulan hari ini ia tidak dijemput oleh abinya.
                Pemuda itu terus terbayang oleh sang ustadzah. Iapun mencari tahu informasi tentang ustadzah tersebut. Akhirnya ia tahu bahwa sang ustadzah anak pak ustadz Soleh di kampung sebelah. Iapun meminta ibunya untuk melamar ustadzah itu. Karena ayahnya sudah meninggal ibunya meminta tolong kepada adiknya, yaitu seorang ustadz. Namun, adiknya itu tidak tahu seperti apa kemanakannya itu.
                Ketika sampai di rumah gadis itu, abinya senang karena yang datang adalah temannya yang sudah lama tidak bertemu.
                “ada apa saudaraku datang kemari, adakah yang dapat saya bantu?”, kata ustadz soleh.
                “ terima kasih, saya kemari hendak mempererat persaudaraan kita. Kemanakan saya ingin melamar putri Anda.”
                “Alhamdulillah, saya senang mendengarnya. Saya percaya dengan Anda, tetapi semua keputusan ada di tangan anak saya.”
                Ketika ustadzah tersebut disuruh mengantar minuman, pak soleh menanyakan keputusan putrinya itu.
                 “ya abi, kalau itu yang terbaik untuk saya, saya ikhlas”
                Akhirnya kedua belah pihak setuju, setelah seminggu berlalu pernikahanpun digelar.
                Beberapa hari pernikahan telah berlalu. Sang istripun merasa ada yang berbeda dengan suaminya. Suaminya jarang sekali ada di rumah. Ia ingin solat berjamaah dengan suaminya, tetapi ia berbaik sangka kalau suaminya pasti salat di mesjid.
                Pada suatu hari saat suaminya ada di rumah satu harian, perasaannya semakin tidak enak. Kenapa suaminya tidak ada melaksanakan solat subuh. Hingga malam hari tidak ada satupun solat wajib yang dikerjakannya.
                Bagai disambar petir, ustadzah tesebut sangat shock melihat kelakuan suaminya itu. Ia memutuskan untuk pulang untuk mengadukan semuanya pada abinya.
                “abi, kenapa saya bisa seperti ini. Bang baharuddin tidak melaksanakan salat. Apalagi untuk menjadi imam rumah tangga kami.” Sambil menangis ia bercerita.
                “astaghfirullah nak, sabar ya. Ayah minta maaf, kemarin tanpa melihat dulu sebenarnya siapa dia, ayah hanya melihat pamannya saja. Karena pamannya itu sangat baik dan soleh. Tapi nak, ini sudah takdir buat kamu. Pertahankan ya nak pernikahan kalian. Karena Allah membenci perceraian walaupun itu halal. Mintalah padaNya. Perbanyak solat malam kamu nak. Minta pada Allah agar suamimu diberi hidayah olehNya. Karena Allah bisa memberi hidayah kepada siapa saja yang dikehendakiNya.”
                Akhirnya iapun merasa tenang mendengar nasihat abinya. Semenjak itu, ia sering solat malam untuk meminta pertolongan dari Allah. Tiap malam sambil menangis ia memanjatkan ampun dan memohon agar Allah member Hidayah kepada Suaminya
***
                Suatu sore, suaminya duduk-duduk  di depan teras. Ustadzah tersebut hari ini memang berencana untuk menasihati suaminya itu. Dengan berdandan dengan sangat cantik dan menyuguhkan teh hangat dan gorengan lezat buatannya, ia duduk di sebelah suaminya itu.
                “terimakasih ya dik, gorengannya sangat enak.”  Pujinya kepada istrinya. “oh iya, abang ingin belajar solat dengan adik, selama ini abang tidak pernah solat karena sudah lupa baca-bacaanya. Semenjak ayah abang meninggal abang sangat shock sehingga abang menjadi sangat jauh dari agama. Abang merasa bersalah karena abang sangat jauh berbeda dengan adik. Adik sangat soleh sementara abang gadul2an. Abang tidak ingin mempermalukan adik. Dan abang juga sadar kalau solat itu wajib.”
                Dengan mata menangis sang istri langsung memeluk suaminya.
                “terimakasih banyak ya Allah, Engkau sebaik-baikNya tempat meminta.” Dalam hatinya
                “kenapa adik menagis? Abang salah ya?”
                “tidak bang, dinda sangat bersyukur abang mau berubah. Dengan senang hati adik akan berusaha mengajari abang kembali.”
                “terimakasih dik, abang sangat sayang dengan kamu.”
                “dinda juga sangat sayang dengan abang karena Allah.”
                Dengan penuh semangat sang ustadzah membimbing suaminya. Setelah belajar macam-macam dan gerakan-gerakan solat, ia membantu suaminya untuk menghapal surat Al-fatihah. Subhanallah, sangat bagus suaranya membacakan surat alfatihah. Dan diapun kini telah hapal.
                Pada sore hari sebelum magrib tanpa sepengetahuan istrinya, ia berkeinginan untuk solat magrib  di mesjid.
                “biar afdol saya pinjam gamis dengan abi saja ah” dengan penuh semangat dia pun  ingin kelihatan sempurna untuk melaksanakan solat pertamanya di mesjid.
                Ketika pak soleh hendak keluar kota, ia langsung menyamparinya.
“abi, bolehkah saya pinjam gamis abi”
                “dengan senang hati nak, mau kemana kamu?”
                “saya mau ke mesjid bi”.             
Tiba-tiba ia melihat sorban, dan ia pun berkenginan untuk meminjamnya. Abipun juga dengan senang hati meminjamkan dan memakaikan ke kepala menantunya itu.
“abi, untuk memperlengkap. Bolehkah saya meminjam tasbih abi”
“iya nak.” Dengan senyum-senyum ia pun memberikan kepada baharuddin.
***
Ketika di mesjid, dengan penampilannya seperti itu, pengurus mesjid sangat terkejut sekaligus kagum melihat ada ulama besar yang datang ke mesjid di kampung itu karena ia tidak pernah melihat orang itu. Namun, pengurus mesjid itu malu karena jamaah solat magrib tidak terlalu banyak. selagi baharuddin solat sunah yang sudah diajarkan istrinya, pengurus mesjid itu langsung mengedor pintu-pintu warga untuk mengajak solat magrib.
“ada ulama besar datang. Kampung kita akan malu kalau mesjid kita tidak ramai” kata-kata itu yang disampaikan kepada warga.
Solat magrib hendak dilaksanakan, baharuddinpun di persilahkan untuk menjadi imam.
“tidak pak, saya tidak pantas menjadi imam.” Jawabnya.
“bapak jangan rendah diri begitu. Menjadi kehormatan kami jika bapak menjadi imam disini.” Sanggah pengurus mesjid yang mengira kalau sang ‘ulama’ sangat tawadhu.
Dengan sedikit keberanian, baharuddinpun menjadi imam solat magrib itu.
“Allahuakbar” suaranya sangat bagus, siapa yang akan mengira kalau dia tidak pandai solat
Surat AlFatihahpun dibacakannya, suaranya sangat bagus. Para makmum sangat menghayati bacaannya. Sampai-sampai ada seorang yang menangis. Namun, suara isakan makmum tersebut membuat konsentrasi baharuddin buyar.
                “maliki…maliki…maliki…”
                “aduh saya jadi lupa” dalam hati baharuddin. Ia pun bingung mau jadi seperti apa. Di mesjid itu bangunannya masih bangunan lama, jadi  di tempat imam terdapat pintu tanpa penutup. Tanpa berfikir panjang lagi iapun langsung lari dari pintu itu. Sambil berlari ia berdoa agar Allah menutupi Aibnya. Salah satu makmum di belakangnya, kebetulan juga baru belajar kalau  kita harus selalu mengikuti gerakan imam sehingga iapuin ikut keluar. Namun, entah kenapa melihat dia keluar semua makmun ikut keluar.
Tidak berapa lama, gempa datang kekampung itu. Gempa tidak terlalu besar tetapi merobohkan mesjid dan beberapa rumah warga.
semua jamaah pada waktu itu menyangka kalau ‘ulama tersebut memiliki firasat yang sangat tajam. Karena mau ada gempa makanya ‘sang ulama’ lari.
Dengan mengucapkan hamdalah iapun menceritakan semua kepada istrinya. istrinyapun menangis. Bukan hanya karena kebesaran Allah, tapi ia khawatir kalau suaminya akan disuruh untuk menjadi imam mesjid lagi.
Dengan mengikhlaskan masa-masa pernikahan yang baru, ustadzah tersebut menyuruh agar suaminya pergi  ke pesantren untuk belajar agama dan menjadi hafidz alquran.
“bang, dinda akan sabar menunggu abang. Sebelum abang menjadi hafidz, tidak boleh pulang ya. insyaAllah Allah akan memberkahi perkawinan kita.”
***
Memang ada sedikit edittan. Karena penulis tidak luput dari kesalahan dan penulis berkeinginan agar cerita lebih penuh hikmah, tapi tidak ada perubahan cerita. Semoga semakin bermanfaat buat yang membaca ya… J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Enjoy your visiting.. Please, leave your comment.. :)